Sikap nasionalis yang seharusnya diupayakan untuk memajukan bangsa ternyata bisa juga membuat bangsa semakin terpuruk dalam pergaulan internasional, sebagai contoh adalah keputusan dirjen bea cukai baru - baru ini yang memberlakukan pajak untuk film - film yang akan masuk ke Indonesia. tidak tanggung - tanggung pajak yang di berlakukan sebesar 23,75% atau hampir seperempatnya, sepertinya Dirjen Bea Cukai sedang membuka ladang baru untuk Gayus - Gayus berikutnya.
sebuah keputusan bodoh menurut saya, dengan adanya pajak sebesar itu, belum lagi biaya - biaya lain yang harus ditanggung membuat pihak Hollywood yang merupakan industri film terbesar di dunia enggan untuk mengedarkan produksi film mereka ke Indonesia. bayangkan saja pihak Hollywood harus menanggung beban - beban seperti :
- Mereka harus membayar bea masuk barang berupa copy pita film ke Indonesia. Pajaknya berupa PPh dan PPn sebesar 23,75 persen dari nilai barang.
- Setelah ditayangkan dibioskop, mereka harus membayar PPh (Pajak Penghasilan) dari keuntungan eksploitasi film mereka yang diputar di Indonesia.
- Produsen film tersebut juga ada beban pajak tontotan terhadap Pemerintah Kota atau Kabupaten. Besarnya 10 sampai 15 persen dari keuntungan penjualan tiket
poin pertama itulah masalah pokok yang membuat Hollywood enggan mendistribusikan produksinya ke Indonsia, karena tidak ada satu negarapun yang mengenakan pajak baru berupa bea masuk atas hak distribusi jadi pajak itu HANYA ADA DI INDONESIA.
Bukan saya berprasangka buruk, hanya saja mungkin dalam pikiran Dirjen Bea Cukai Hollywood akan menyetujui itu semua yang tentu saja merupakan keuntungan besar bagi pihak Bea Cukai serta merupakan ladang subur bagi Gayus - Gayus berikutnya.
Tidak pernahkah petinggi - petinggi negara ini berpikir secara rasional, pendapatan yang diperoleh dari film - film Hollywood melebihi setengah dari pendapatan Bioskop yang ada di Indonesia. tidak sadarkah mereka bahwa "orang tidak kebioskop untuk nonton film Indonesia" yang dalam selang 6 bulan pasti sudah diputar di tv nasional.
Bukan saya tidak menghargai kerja keras sineas muda Indonesia yang berusaha membangkitkan lagi perfilman Indonesia, tapi lihatlah baik - baik, apa sekarang banyak film Indonesia yang berbobot, sejauh ini saya hanya melihat serentetan film - film berbau horror yang lebih bertujuan untuk mengeksploitasi "badan" para pemerannya serta hanya menjual sensasi dan bukannya isi.
Tidak sadarkah para petinggi negara ini akan bahaya laten yang akan ditimbulkan dengan tidak beredarnya film - film Hollywood di tanah air. Sekedar gambaran skenario yang akan terjadi, dengan tidak beredarnya film - film Hollywood, selain merugikan negara karena tidak ada pendapatan pajak juga akan semakin memarakkan bisnis DVD bajakan?
Dengan pesatnya DVD bajakan, pemerintah pasti akan dengan tegas menutup lapak - lapak penjual DVD bajakan yang tentu saja akan menaikkan angka kemiskinan, walaupun tidak berpengaruh pada para penikmat film yang masih bisa men-download film - film (ingat rakyat Indonesia tidak lagi bodoh) itu di berbagai situs streaming yang berhamburan di Internet.
oh ternyata masih belum mempan juga, pemerintah akan berupaya untuk memblok situs - situs streaming, tentu ini masih belum berpengaruh pada sebagian orang yang biasa mendownload menggunakan Torrent (termasuk saya) yang menggunakan prinsip peer to peer. otomatis untuk membloknya pemerintah harus menutup koneksi global, dan dengan menutup koneksi global maka Indonesia akan terkucil dari dunia luar sehingga menjadi katak dalam tempurung atau sama saja dengan kembali ke zaman batu.